Rabu, 25 Juli 2012

SOSIOLOGI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAKIDENDE


BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

A.Pengertian Sosiologi Hukum
S
osiologi hukum diperlukan dan bukan merupakan penamaan yang baru bagi suatu ilmu pengetahuan yang telah lama ada. Memang, baik ilmu hukum maupun sosiologi hukum mempunyai pusat perhatian yang sama yaitu hukum; akan tetapi sudut pandang ke dua ilmu pengetahuan tadi juga berbeda, dan oleh karena itu hasil yang diperoleh ke dua ilmu pengetahuan tadi juga berbeda. Hukum adalah suatu gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Ilmu hukum mempelajari gejala-gejala tersebut serta menerangkan arti dan maksud kaidah-kaidah tersebut, oleh karena kaidah-kaidah tadi seringkali tidak jelas. Pelbagai kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat harus digolong-golongkan ke dalam suatu klasifikasi yang sistematis, dan ini juga merupakan salah satu tugas dari ilmu hukum.
Untuk memberikan pengertian Sosiologi Hukum, penulis mengemukakan pendapat beberapa pakar sebagai berikut :
1.      Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. (Masyarakat Sebagai sistem sosial.)
2.      Satjipto Rahardjo
Sosiologi Hukum adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya
3.      R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis
            Berdasarkan pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa segala aktivitas sosial manusia yang dilihat dari aspek hukumnya disebut sosiologi hukum
B.Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum
Orang yang pertama menggunakan istilah sosiologi hukum adalah Anzilotti pada tahun 1882. Latar belakang lahirnya Sosiologi Hukum dipengaruhi oleh disiplin ilmu: filsafat hukum, ilmu hukum, dan sosiologi yang kajiannya berorientasi pada hukum.
1.Filsafat Hukum
            Aliran filsafat hukum yang mendorong lahirnya Sosiologi Hukum adalah:
  1. Mazhab Sejarah (dipelopori Carl von Savigny): Hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (volksgeist).
  2. Aliran Utility (Jeremy Bentham): hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia.
  3. Aliran Sociological Jurisprudence (Eugen Ehrlich): hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law).
  4. Aliran Pragmatic Legal Realism (Roscoe Pound): law as a tool of social engineering
2.Ilmu Hukum
            Kajian ilmu hukum yang menganggap bahwa “Hukum sebagai gejala sosial”, dan bukan sebagai gejala normatif
3.Sosiologi (yang berorientasi pada hukum)
            Para Sosiolog yang berorientasi pada hukum antara lain adalah sebagai berikut:
a.      Emile Durkheim
            - Solidaritas mekanis (ciri masyarakat Sederhana)
                        * Sifat Hukum: Represif (diasosiasikan  seperti dalam hukum pidana)
            - Solidaritas organis (ciri Masyarakat Modern)
* Sifat Hukum: Restitutif (seperti dalam hukum  perdata)

b.      Max Weber
Otoritas didasarkan pada ilmu hukum itu sendiri (Tradisional, kharismatik, legal/formal)
C.Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
Ruang lingkup dari sosiologi hukum ada dua hal :
1)      Dasar-dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum. Sebagai contoh misalnya: Hukum Nasional di Indonesia dasar sosialnya adalah Pancasila, dengan ciri-ciri: gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan.
2)      Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya.
            -UU No. 1/1974 tentang Perkawinan terhadap kehidupan rumah tangga
-UU No.42 tahun 2009 mengenai Pilpres secara langsung terhadap gejala politik.
            -UU No.19 /2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala budaya
Kegunaan Sosiologi Hukum
  1. Memahami hukum dalam konteks sosialnya, Contoh; Hukum Waris;
  2. Menganalisa dan konstruksi terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial maupun sebagai sarana untuk merubah masyarakat , Contoh. Pungutan resmi menjadi pungli
  3. Mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum di dalam masyarakat, berkaitan dengan wibawa hukum
Objek yang disoroti Sosiologi Hukum
  • Hukum dan sistem sosial masyarakat
  • Persamaan dan perbedaan sistem-sistem hukum
  • Sifat sistem hukum yang dualistis
  • Hukum dan kekuasaan
  • Hukum dan nilai-nilai sosial budaya
  • Kepastian hukum dan kesebandingan
  • Peranan hukum sebgai alat untuk merubah masyarakat
Berdasarkan objek yang disoroti tersebut maka dapat dikatakan bahwa: sosiologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum dan sebaliknya
D.Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum
  1. Sosiologi hukum berusaha untuk memberikan Deksripsi
            Berusaha memberikan deskripsi terhadap praktek-praktek hukum
  1. Sosiologi hukum bertujuan memberikan Penjelasan
            Menjelaskan mengapa suatu praktek-praktek hukum di dalam kehidupan sosial masyarakat terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh.
  1. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum
            Menyelidiki tingkah laku orang dalam bidang hukum sehingga mampu mengungkapkannya. Tingkah laku yang dimaksud mempunyai dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”. Sosiologi hukum tidak hanya menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin juga memperoleh penjelasan yang bersifat internal, yaitu meliputi motif-motif tingkah laku seseorang (paradigma definisi sosial)
  1. Sosiologi hukum melakukan Prediksi terhadap hukum
            Menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum, sehingga mampu memprediksi sesuatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.
Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3 karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu :
1.      Bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum.
2.      Menguji empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum.
3.      Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum sebagai law is in the book yang berlawanan dengan law in society
Contoh : Lampu kuning, harusnya pelan, siap-siap berhenti, tapi dalam kenyataannya malah tancap gas.
Paradigma di Indonesia bahwa  polisi, hakim, jaksa sebagai hukum.
Contoh : Lampu merah di perempatan, tidak ada polisi, pengemudi terus jalan.
Semua orang dianggap tahu Undang-undang, sehingga bagi yang belum tahu tidak ada alasan pemaaf.
UU basisnya adalah nilai yuridis, sosiologis, filosofis.
UU harus sesuai realistik sosial masyarakat.
ad. 2 contohnya terhadap putusan pengadilan, pernyataan notaris dan seterusnya apakah sesuai dengan realitas empirisnya?
ad. 3. Semua perilaku hukum dikaji dalam nilai yang sama tanpa melihat apakah itu benar, karena sosiologi hukum sesungguhnya adalah seinwissenschaaft ( ilmu tentang kenyataan). Jadi orang-orang sosiologi hukum tidak boleh apriori, contoh : pelaku pidana tidak bisa dimaknai orang yang selalu jahat.
Kata kuncinya adalah Sosiologi hukum sebagai ilmu yang Deskriptif bukan Preskriptif.







BAB II
METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI SOSIOLOGI HUKUM

A.Metode Pendekatan Sosiologi Hukum
P
engkajian hukum positif masih mendominasi pengajaran studi hukum pada fakultas hukum di Indonesia saat ini.hal itu tidak mengherankan bila dipahami bahwa masyarakat yang mendiami Negara Republik Indonesia masih mengharapkan fakultas yang dimaksud menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai keterampilan untuk mengkaji problema-problema hukum.
Ada dua pendekatan dalam kajian hukum yaitu sebagai berikut:
-          Yuridis Normatif
            Bertujuan menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapkan peraturan-peraturan hukum (mengkaji “bagaimana seharusnya”)
-          Yuridis Empiris
             Mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya (mengkaji “bagaimana kenyataannya”)
Sosiologi Hukum menggunakan pendekatan Yuridis Empiris
·         Hukum dalam kenyataannya di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
·         Yang dimaksudkan: bukan kenyataan dari bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, melainkan sebagaimana hukum itu dioperasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya
·         Pendekatan ini, harus keluar dari batas-batas peraturan hukum dan mengamati praktek-praktek dan/atau hukum sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang di dalam masyarakat.

B.Perbandingan Yuridis Empiris Dengan Yuridis Normatif

PERBANDINGAN
YURIDIS EMPIRIS
YURIDIS NORMATIF
OBJEK
Sociological model
Jurisprudence model
FOKUS
Social strcture
Analisis aturan (rules)
PROSES
Perilaku (behaviour)
Logika
PILIHAN
Ilmu pengetahuan
Praktis
TUJUAN
Penjelasan
Pengambilan keputusan

Tabel 1.
Studi perbandingan yuridis empiris dengan yuridis normatif

Tabel di atas menunjukkan objek kajian sosiologi hukum,dalam hal itu akan diuraikan tiga buah konsep sebagai berikut :
1)      Sociological Model(Model Kemasyarakatan)
·         Bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, yang antara lain melahirkan sistem sosial dan perubahan sosial
·         Interaksi sosial; hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang-perorang, kelompok-kelompok manusia maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia
·         Sistem sosial; sejumlah orang/kegiatan yang hubungan timbal baliknya kurang lebih bersifat konstan
·         Perubahan sosial; suatu proses di mana dalam suatu sistem sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat diukur yang terjadi pada kurun waktu tertentu
2)      Struktur Sosial
·         Jalinan yang secara relatif tetap antara unsur-unsur sosial
·         Unsur-unsur sosial yang pokok: kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, stratifikasi sosial
·         Lembaga sosial; himpunan kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum sebagai salah satu lembaga kemasyarakatan bertujuan serta bertugas memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam mewujudkan ketertiban.
·         Kelompok sosial; kesatuan manusia yang hidup bersama dari adanya hubungan diantara mereka. Hukum diperlukan ketika terjadi interaksi sosial diantara sesama manusia (jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang)
3)      Perilaku
·         Manusia sebagai aktor yang melakukan sesuatu
·         Sebagai aktor, tidak terlepas dari status dan perannya dalam sistem sosial
C.Hukum Sebagai Social Control
Sosial Kontrol dilakukan untuk menjamin bahwa nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku ditaati oleh anggota masyarakat. Hal ini menyangkut manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok atau masyarakat. Dalam pergaulan sehari-hari, perilaku manusia selalu diatur oleh nilai dan norma sosial yang memberi batas pada kelakuannya. Tujuan pengaturan itu dimaksudkan agar tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu kelompok tidak merugikan pihak lain. Pelanggaran terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku akan menimbulkan pertentangan-pertentangan antara berbagai kepentingan dari bermacam-macam pihak, sehingga terjadi guncangan di dalam masyarakat.Dalam kehidupan bermasyarakat, kontrol sosial berfungsi untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang teratur dan sesuai dengan norma-norma yang telah disepakati bersama.
Merupakan aspek yuridis normatif dari kehidupan sosial masyarakat Sebagai alat pengendali sosial hukum dianggap berfungsi untuk menetapkan tingkah laku yang baik dan tidak baik dan sanksi hukum terhadap pelanggarnya.
·         Social control; suatu proses baik yg direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku
·         Sifat: preventif dan Represif
Preventif; pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan kestabilan
Represif:; berusaha mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan
D.Hukum Sebagai Alat Mengubah Masyarakat
Fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial yang semakin penting dalam era pembangunan tersebut, ditegaskan oleh Muchtar Kusumaatmadja seperti yang dikutip oleh Soleman B. Taneko (1993: 36) mengemukakan bahwa "Di Indonesia fungsi hukum di dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembangunan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang dianggap penting dan sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah-arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di atas seyogianya dilakukan, di samping fungsi hukum sebagai sistem pengendalian sosial".
Ini berarti bahwa disamping fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, juga salah satu fungsi lainnya yang sangat penting dan bahkan justru harus dilaksanakan dalam era pembangunan, adalah fungsinya sebagai alat rekayasa sosial. Tentu saja sebagai alat rekayasa harus diarahkan kepada hal-hal yang positif dan bukan sebaliknya.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan sosial, hanya prosesnya ada yang cepat, ada yang lambat.
Contoh: Orang Asmat beda dengan orang-orang kota.
Perubahan yang terlalu cepat, sehingga kadang hukum sulit untuk mengikutinya.
Robert Sutterland, 4 Faktor yang menyebabkan “Social Change”:
·         Karena ada proses inovation/ pembaruan.
·         Invention : penemuan teknologi di bidang industri, mesin dst.
·         Adaptation : adaptasi yaitu suatu proses meniru suatu cultur, gaya yang ada di masyarakat lain.
·         Adopsim: ikut dalam penggunaan penemuan teknologi.
Perubahan sosial adalah perubahan yang bersifat fundamental, mendasar, menyangkut perubahan nilai sosial, pola perilaku, juga menyangkut perubahan institusi sosial, interaksi sosial, norma-norma sosial.
-Hubungan antara Social Change dengan hukum:
hukum harus mengikuti perubahan sosial.

Hukum              Social Change       hukum akan merespon perubahan sosial jika ada sosial change, masalahnya hampir sebagian hukum tidak selalu bisa mengikuti perubahan sosial.
Efektivitas hukum sebagai tertib sosial : hukum untuk sosial control.
Pengendalian Sosial, menurut S. Rouck, yaitu suatu proses/ kegiatan baik yang bersifat terencana atau tidak yang mempunyai tujuan untuk mendidik (edukatif), mengajak (persuasif), memaksa (represif), agar perilaku masyarakat sesuai dengan kaidah yang berlaku ( konform), sehingga hukum sebagai Agent of  Stability ( hukum sbg penjaga stabilitas). Pada suatu ketika hukumada di belakang ( tertinggal).
Adanya perubahan sosial yang cepat tapi hukumnya belum bisa mengikuti disebut hukum sebagai Social Lag yaitu hukum tak mampu melayani kebutuhan sosial masyarakat, atau disebut juga disorganisasi, aturan lama sudah pudar tapi aturan pengganti belum ada.
-Anomie yaitu suatu kondisi di mana individu atau masyarakat tidak bisa mengukur apakah suatu perubahan dilarang atau tidak, malanggar hukum atau tidak sehingga masyarakat merasa tidak mempunyai pegangan.
-Hukum sebagai pelopor perubahan “ Agent of Change
Setiap perubahan sosial menuntut perubahan hukum palin tidak ada dua institusi:
a)      Lembaga Pembentuk Hukum.
b)      Lembaga Pelaksana Hukum.
Perubahan hukum tidak harus dimaknai perubahan Undang-Undang atau bunyi pasal.
Hukum Modern: Hukum tidak hanya merespon perubahan sosial yang terjadi tapi juga merespon hukum masa depan ( futuristik).
Common Law : hukum sebagai Judge Made Law.
Civil Law : yang melakukan perubahan hukum adalah Legislatif.
Lembaga Legislatif lebih berperan sebagai politik daripada eksekutif.
Contoh Pasal 534 KUHP : mematikan penegak hukum : secara normatif ada aturannya tapi prakteknya tidak berfungsi : dilarang mempertontonkan alat kontrasespsi di depan umum.
·         Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hukum sebagai alat pengubah masyarakat
-Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum
-Melakukan studi sosiologis dalam mempersiapkan peraturan perundang-undangan serta dampak yang ditimbulkan dari undang-undang itu
-Melakukan studi tentang peraturan perundang-undangan yang efektif
-Memperhatikan sejarah hukum tentang bagaimana suatu hukum itu muncul dan bagaimana diterapkan dalam masyarakat.
BAB III
BASIS SOSIAL HUKUM SERTA HUKUM DAN KEKUATAN-KEKUATAN SOSIAL

A.Paradigma Sosiologi Hukum
P
aradigma sosiologi hukum adalah pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.berikut ini akan dikemukakan pengaruh timbale balik tersebut sebagai berikut :
a)      Kelompok-kelompok sosial; suatu aktivitas yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang diatur oleh suatu hukum. Misalnya: Ormas, “hukumnya” adalah AD/ART
b)      Lembaga-lembaga sosial (lembaga yang diakui keberadaannya di dalam masyarakat). Desa (UU Pemda), Perkawinan (UU No 1/1974); Waris (Hukum Adat dan Hukum Islam)
c)      Stratifikasi sosial:pelapisan social dalam masyarakat,namun tetap memperhatikan persamaan dihadapan hukum (equality before the law) seperti yang tertuang di dalam Pasal 27 UUD 1945.
d)     Kekuasaan dan kewenangan yang diatur oleh hukum. Misalnya Presiden kekuasaan dan kewenangannya diatur oleh UUD 1945.
e)      Interaksi sosial: hukum berfungsi untuk memperlancar interaksi sosial (tindakan-sesuatu-makna)
f)       Perubahan sosial mempengaruhi perubahan hukum seperti UU No.1/1974 tentang perkawinan
g)      Masalah sosial: hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan,hukumnya di dalam KUHP dan KUHAP
B.Hukum Dan Kewenangan
Penyelidikan terhadap hukum di dalam masyarakat dimulai dari kelompok kecil,yang merupakan molekul-molekul dari kehidupan sosial.di dalamnya setiap individu memperoleh tempat dan peran mereka masig-masing. Bedasarkan hal ini, dapat dilihat dari kenyataan bahwa individu adalah suatu unit terkecil dalam melanjutkan interaksi dengan yang lain,mula-mula dalam keluarganya dan kemudian sebagai anggota dari kelompok sosial yang lain.melalui partisipasi individu di dalam kehidupan kelompok, kelompok itu menjadi instrument untuk memenuhi kebutuhannya. kelompok itu sendiri mempengaruhi atau mengubah lingkungan tempat kelompok itu berfungsi.
Bila dilihat dari aspek tingkah laku manusia, pelimpahan wewenang mencakup komunikasi antara seorang peminpin dengan orang lain berdasarkan keputusannya. Setiap anggota dari suatu kelompok,apakah ia pemimpin atau yang dipimpin, bertanggung jawab terhadap tingkah laku yang dilakukannya dalam menjalankan tugasnya dan di dalam lingkungan kebebasannya. Apabila tingkah lakunya di dalam bagian dari kelompok khusus itu menyimpang, dia menjadi sasaran dari sanksi kelompok, termasuk keputusan-keputusan sebagai penerapan oleh pemimpinnya dan oleh anggota lain.


Individu ↔Keluarga↔Kelompok Sosial (Masyarakat)


               Interaksi social
                 Kewenangan (pemimpin dan yang dipimpin)
      SANKSI
      Bagan 1.
            Hubungan Hukum Dan Kewenangan Dalam Masyarakat
C.Hukum Dan Kekuatan-Kekuatan Sosial
Di dalam setiap masyarakat terdapat kekuatan-kekuatan sosial (social Forces) yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini dapat bersifat baik dan tidak baik bagi masyarakat. Bagi hukum ,yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan kekuatan sosial yang merugikan masyarakat dan Negara.
a)      Kekuatan Uang
b)      Kekuatan Politik
c)      Kekuatan Massa
d)     Teknologi Baru
D.Manfaat Sosiologi Hukum Untuk Memahami Bekerjanya Hukum di Dalam Masyarakat
Untuk memahami bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa hukum berfungsi sebagai social control dan sebagai alat pengubah masyarakat, selain itu ada beberapa fungsi lain untuk memahami bekerjanya hukum di dalam masyarakat yaitu sebagai berikut :
·         Fungsi hukum sebagai alat politik : dalam system hukum di Indonesia peraturan Perundang-undangan merupakan produk bersama DPR dan Pemerintah sehingga antara hukum dan politik sulit untuk dipisahkan. Namun demikian, hukum sebagai alat politik tidak dapat berlaku secara universal, sebab tidak semua hukum dibuat oleh DPR bersama Pemerintah
·         Fungsi hukum sebagai simbol : merupakan makna yang dipahami oleh seseorang dari suatu perilaku warga masyarakat tentang hukum. Contohnya : Seorang yang mengambil barang orang lain dengan maksud ingin memiliki dengan jalan melawan hukum, oleh Hukum Pidana disimbolkan sebagai tindak pidana pencurian.
·         Fungsi hukum sebagai alat Integrasi : Setiap masyarakat mempunyai berbagai kepentingan dari warganya, di antara kepentingan itu ada yang sesuai dengan kepentingan lain dan ada juga yang tidak sesuai sehingga terjadi konflik dengan kepentingan lain. Oleh karena itu hukum berfungsi sebelum terjadi konflik dan sesudah terjadi konflik.
BAB IV
HUKUM DAN MASYARAKAT

A.Perubahan Dalam Masyarakat dan Pencapaian Tujuan Hukum
B
ila membicarakan perubahan dalam masyarakat dan pencapaian tujuan hukum berarti mengkaji perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat yang berorientasi kepada proses pembentukan hukum dalam pencapaian tujuannya. Objek pembahasan berfokus pada An Engineering Interpretation atau interpretasi terhadap adanya perubahan norma hukum sehingga fungsi hukum sebagai kontrol sosial dan alat pengubah masyarakat dapat terwujud.
1.      Konsep dasar an engineering interpretation
Interpretation adalah  usaha untuk menggali, menemukan dan memahami nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Engineering adalah perubahan-perubahan norma dan nilai-nilai yang terjadi dalam masyarakat seiring dengan terjadinya perubahan kebudayaan dalam masyarakat itu sendiri.
Dasar pemikiran yang dijadikan tolak ukur untuk memberi pengertian An Engineering Interpretation adalah bersumber dari Bab VII dalam buku yang berjudul Interpretation of Legal History yang disusun oleh Roscoe Pound. Pengertian dimaksud adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh kalangan pemikir hukum untuk menemukan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat yang selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat, untuk selanjutnya nilai-nilai dimaksud diadaptasikan oleh para legislator dan praktisi hukum dalam menyelesaikan dan mengambil kebijakan terhadap konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan mengacu kepada tercapainya cita-cita dan tujuan hukum itu sendiri.

2.      An Engineering Interpretation dalam kaitan fungsi hokum sebagai Social Control dan Social Engineering
Seiring dengan perubahan hukum dan kebudayaan yang bagai dua sisi mata uang yang tidak mungkin untuk dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, maka fungsi hukum dan keberadaan hukum itu dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu :
·         Pada masa lalu, hukum dipandang sebagai produk atau hasil dari kebudayaan.
·         Masa sekarang, hukum dipandang sebagai pemelihara kebudayaan.
·         Pada masa yang akan datang, hukum dipandang sebagai alat untuk memperkaya kebudayaan.

Ketiga sudut pandang di atas ,terlihat bahwa aturan hukum yang terbentuk dari  nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, mempunyai tugas atau fungsi ganda yaitu disatu pihak untuk menjaga nilai-nilai yang sudah ada dan berkembang dalam masyarakat dan di lain pihak untuk membentuk kebudayaan baru dan mengembangkan hak-hak manusia.
Perubahan masyarakat timbul dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, dengan demikian hukum itu  dapat dijadikan sebagai pengatur hubungan masyarakat (Sosial Control), juga dapat dijadikan sebagai alat pengubah masyarakat, sehingga hukum itu tidak tertinggal.
B. Pemahaman Interpretasi dalam Suatu Perubahan Hukum Terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 merupakan undang-undang pertanahan yang pertama “dibentuk” dan “disusun” oleh bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusionalnya.
·         UUPA dipandang sebagai produk kebudayaan
Bila UUPA dilihat dari sudut pandang produk kebudayaan, maka dapat dikatakan bahwa di dalam struktur masyarakat yang sederhana sekalipun pasti dihasilkan apa yang disebut kebudayaan. Kebudayaan dimaksud, merupakan hasil karya cipta, rasa, dan karsa manusia yang hidup bersama dalam masyarakat di lingkungannya.
Sebagaimana tertuang dalam penjelasan umum UUPA yang secara tegas menyatakan bahwa oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar tunduk pada hukum adat, maka hukum agraria yang baru tersebut akan di dasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum adat itu, sebagai hukum asli yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam Negara modern dan dalam hubungannya dengan dunia internasional serta disesuaikan dengan sosialisasi Indonesia.
Uraian di atas dipertegas dengan pasal 5 UUPA bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat , sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan persatuan bangsa,.
Berdasarkan hal di atas tampak bahwa hukum adat yang telah tercipta dari budaya individu dan akhirnya terbentuk suatu sistem hukum yang berlaku kepada masyarakat hukum adatnya, di interpretasikan oleh para legislator untuk disusun dalam suatu regulasi yang dalam hal ini adalah hukum agraria, sehingga dalam proses pembentukan UUPA, hukum adat dijadikan sebagai sumber utama.
·         UUPA dipandang sebagai pemelihara kebudayaan
Bila UUPA dilihat dari aspek pemelihara kebudayaan dapat ditunjukkan pada penjelasan umum yang menyatakan bahwa oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar tunduk kepada hukum adat, maka hukum agraria yang baru tersebut akan di dasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum adat. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi yang disusun akan tetap melindungi “hukum adat” yang merupakan perwujudan masyarakat hukum adat.



·         UUPA dilihat dari aspek memperkaya kebudayaan
Dengan telah disusun dan diberlakukannya UUPA maka untuk melanjutkannya, undang-undang lain yang berkaitan dengan masalah agraria secara langsung tidak boleh bertentangan dengan UUPA tersebut.
Namun bila ditelusuri dari fungsi dan keberadaan hukum terlihat bahwa dalam UUPA, nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat mulai dikesampingkan dan digantikan oleh hukum yang baru di dalam mengatur hubungan masyarakat,sehingga menyebabkan sering timbulnya pertentangan kepentingan sebagaimana yang sering kita lihat dan kita saksikan.
C.Hukum di Indonesia dan Kaitannya dengan Reformasi
Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan amandemennya. Suatu hukum yang dirasakan tidak adil secara yuridis empiris sesungguhnya merupakan produk hukum yang sia-sia. Sebab, hakikat hukum adalah hukum yang bekerja dalam masyarakat dan untuk keadilan masyarakat luas, tidak demi keadilan hukum itu sendiri atau orang-orang tertentu saja.
Bila menggunakan pendekatan sosiologi hukum, tampak bahwa yang menjadi objek kajiannya adalah yuridis empiris atau biasa disebut kenyataan norma-norma hukum yang ada dan hidup dalam masyarakat. Kalau pendekatan sosiologi hukum yang mempunyai objek kajian yang telah disebutkan, merupakan tuntutan mendesak yang harus dilaksanakan sebagai dampak reformasi maka harus diakui secara jujur bahwa pendidikan hukum dalam kajian Jurisprudence Model yang bersifat terapan tidak mampu memberikan pemahaman hukum yang utuh kepada masyarakat yang diayomi oleh Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya niscaya dapat memberikan sahamnya untuk memahami dan menjelaskan proses-proses hukum di Indonesia bila hukum itu dilihat dari struktur sosial masyarakatnya. Pemahaman secara legistis-positivistis dapat mengakibatkan kekakuan pemahaman terhadap hukum. Harus diakui politik hukum nasional yang menekakankan pada penyeragaman keadaan tertentu di Indonesia lebih bersifat merusak daripada membangun suatu kehidupan yang sehat dan harmonis. Oleh karena itu, perlu dipergunakan pendekatan sosiologi hukum dalam melihat kasus-kasus tertentu. Pelaksanaan hukum yang dianggap mapan untuk mengayomi penduduk yang mendiami Negara Republik Indonesia dari zaman orde lama sampai reformasi akan hilang maknanya dan juga tidak mencapai tujuannya bila dalam kasus-kasus tertentu tidak menggunakan pendekatan sosiologi hukum.





BAB V
KEBERADAAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DALAM KONTEKS PENEGAKAN HUKUM

A.Efektifitas Hukum dalam Masyarakat
K
eefektivan hukum adalah situasi dimana hukum yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto : 1993 : 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan / Keefektifan hukum:
a)      Hukum/ Undang-Undang / Peraturan.
b)      Penegak Hukum ( pembentuk hukum maupun penerap hukum).
c)      Sarana atau Fasilitas pendukung.
d)     Masyarakat
e)      Budaya Hukum (Legal Cultur).
Ad 1) Kalau hukum itu baik, maka ada kejelasannya penafsiran, sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal.
Ad 2) Semua Capres, janji penegakan hukum, berantas KKN, tapi persoalannya dimulai dari orang kemudian sistemnya.
Ad 3) Legal officer tidak profesional, semuanya menjadi tidak berfungsi maksimal. Sebetulnya ke-2 unsur di atas sama fungsinya. Penegak hukum yang baik, kalau peraturannya tidak memadai maka tidak akan berjalan dengan baik.
Ad 4) Masyarakat ( kesadaran hukum).
               
                  Hukum
Budaya hukum.

Kesadaran hukum   variabel perantara yang menghubungkan hukum dengan perilaku masyarakat.

                          Perilaku hukum          artinya satu variabel yang akan menentukan
                                                             Apakah hukum yang ada akan menjadi peri-
                                                             Laku hukum/ tidak, sehingga kesadaran hu-
                                                           kum menjadifaktor yang paling menentukan.
            Daya kerja hukum dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Dalam hal ini dipengaruhi oleh: (1) kaidah hukum/ peraturan itu sendiri; (2) petugas/ penegak hukum; (3) sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum; (4) kesadaran hukum masyarakat.
a)      Kaidah Hukum
·         Kejelasan, mudah difahami
·         Relevansi sosial
·         Tidak bertentangan dengan kaidah hukum yang lain/ yang lebih tinggi
·         Obyektif, tidak diskriminatif
b)      Penegak Hukum
·         Orang yang bertugas menerapkan hukum
·         Mencakup petugas pada strata atas, menengah dan bawah (memerlukan manajemen organisasi)
·         Tingkat pemahaman petugas terhadap hukum
·         Karakter dan komitmen penegak hukum
c)      Sarana/Fasilitas
·         Kelengkapan
·         Keberfungsian
·         Efektifitas/efisiensi
Menurut ( E. Howard& R.S. Summer 1965) : Faktor yang mempengaruhi keefektifan hukum :
1.      Mudah tidaknya ketidaktaatan atau pelanggaran hukum itu dilihat/ disidik. Makin mudah makin efektif. Contoh : Pelanggaran narkoba (hukum pidana) lebih mudah dari pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
2.      Siapakah yang bertanggung jawab menegakkan hukum yang bersangkutan. Contoh narkoba: tanggung jawab negara : leih efektif, HAM : tanggung jawab individu/ warga : kurang efektif.
Syarat agar hukum efektif :
1.      UU dirancang dengan baik, kaidahnya jelas, mudah dipahani & penuh kepastian.
2.      UU sebaiknya bersifat melarang ( prohibitur) dan bukan mengharuskan/ membolehkan ( mandatur).
3.      Sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan.
4.      Beratnya sanksi tidak boleh berlebihan ( sebanding dengan pelanggarannya).
5.      Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat.
6.      Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral.
7.      Pelaksana hukum menjalankan tugasnya dengan baik, menyebarluaskan UU, penafsiran seragam dan konsisten.
B.Usaha-Usaha Meningkatkan Kesadaran Hukum
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, begitu pula sebaliknya. Masalah kesadaran hukum warga masyarakat sebenarnya menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, diahami, ditaati dan dihargai. Hal-hal yang berkaitan dengan kesadaran hukum akan diuraikan sebagai berikut :
1.      Pengetahuan hukum : bila suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan dan diterbitkan menurut prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan tersebut berlaku, dan secara otomatis setiap warga Negara dianggap mengetahui adanya undang-undang tersebut.
2.      Pemahaman hukum : melalui pemahaman hukum , masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan perundang-undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.
3.      Penaatan hukum : seorang warga masyarakat menaati hukum karena; takut karena sanksi apabila hukum dilanggar, untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa, untuk menjaga hubungan baik dengan sesamanya, karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, dan kepentingannya terjamin.
4.      Pengharapan terhadap hukum : suatu norma hukum akan dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah mengetahui, memahami, dan menaatinya. Artinya dia benar-benar dapat merasakan bahwa hukum tersebut menghasilkan ketertiban serta ketentraman dalam dirinya. Hukum itu tidak hanya berkaitan dengan segi lahiriah saja tetapi juga batiniah.
Masalahnya banyak masyaraktat yang tidak memiliki kesadaran hukum sehingga kadang hukum hanya berhenti sampai pengaturan saja. Contoh : sahnya perkawinan/ syarat nikah, bagaimana ? harus sesuai ketentuan UU Perkawinan, untuk itu perlu kesadaran hukum.
Dalam teorinya Berl Kutschinky, kesadaran hukum yaitu variabel yang berisi empat komponen yaitu:
·         Komponen Legal Awareness yaitu aspek mengenai pengetahuan terhadap peraturan hukum yang dimiliki oleh masyarakat. Jadi teori hukum menyatakan bahwa ketika hukum ditegakkan maka mengikat. Menurut teori residu semua orang dianggap tahu hukum tapi kenyataannya tidak begitu, maka perlu Legal Awareness. Contoh ketika akan melakukan kontrak, tahu dulu Undang-Undangnya.
·         Legal Acquaintances : pemahaman hukum. Jadi orang memahami isi daripada peraturan hukum, mengetahui substansi dari Undang-Undang.
·         Legal Attitude ( sikap hukum). Artinya kalau seseorang sudah memberikan apressiasi & memberikan sikap : apakah UU baik/ tidak, manfaatnya apa ?
·         Legal Behavior ( perilaku hukum), orang tidak sekedar tahu, memahami tapi juga sudah mengaplikasikan. Banyak orang tidak tahu hukum tapi perilakunya sesuai hukum begitu juga banyak orang tahu hukum tapi justru perilakunya melanggar hukum. Bahwa orang yang memiliki kesadaran hukum yang rendah, misal jika menggunakan skor 4-5, sedang yang tertinggi skor 7-10. Bahwa belum tentu ketentuan pertama menjadi prasarat ketentuan berikutnya. Hal yang lebih ideal, jika ke-4 ketentuan memenuhi sarat. Asumsinya hal di atas dalam keadaan normal ada proses sosialisasi hukum, penyuluhan, pendidikan hukum.
Menurut Robert Biersted, 1970, The Social Order, Tokyo: Mac Graw Hill Kogakusha Ltd, p. 227-229. Proses kepatuhan seseorang terhadap hukum kemungkinan adalah:
·         Indoctrination: penanaman kepatuhan secara sengaja.
·         Habituation : pembiasaan perilaku.
·         Utility ;pemanfaatan dari kaidah yang dipatuhi.
·         Group Indentification: mengidentifikasikan dalam kelompok tertentu.
Menurut Herbert C. Kelman 1966, Compliance, identification.Leopold Pospisil 1971, Antropology of Law, Dasar-dasar Kepatuhan Hukum:
·         Compliance : patuh hukum karena ingin dapat penghargaan dan menghindari sanksi.
·         Identification : menerima karena seseorang berkehendak.
·         Internalization : menerima/ diterima oleh individu karena telah menemukan isi yag instrinsik.






BAB VI
STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM

A.Kaidah-Kaidah Sosial dan Hukum
P
ergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primary needs, yang antara lain mencangkup sandang, pangan, papan, keselamatan jiwa dan harta, harga diri, potensi untuk berkembang dan kasih sayang. Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai positif maupun negatif, sehingga manusia mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus dianut, dan apa yang buruk dan harus dihindari. Sistem nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh terhadap pola-pola berpikir manusia, hal mmana merupakan suatu pedoman mental baginya.
Pola-pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya, yang merupakan kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terhadap manusia, benda ataupun keadaan-keadaan. Sikap-sikap manusia kemudian membentuk kaidah-kaidah, oleh karena manusia cenderung untuk hidup tertur dan pantas. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya menurut manusia adalah berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku atau perikelakuan yang diharapkan.
Di satu pihak kaidah-kaidah tersebut ada yang mengatur pribadi manusia dan terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan dan kesusilaan. Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang ber-Iman, sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Di lain pihak ada kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan antar manusia atau antar pribadi, yang terdiri dari kaidah-kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan, sedangkan kaidah hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai, dengan menciptakan suatu keserasian antar ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman, merupakan suatu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya.
Secara sosiologis merupakan suatu gejala yang wajar, bahwa akan ada perbedaan-perbedaan antar kaidah-kaidah hukum di satu pihak dengan perikelakuan yang nyata. Hal ini terutama disebabkan, oleh karena kaidah hukum merupakan patokan-patokan tentang perikelakuan yang diharapkan yang dalam hal-hal tertentu merupakan abstraksi dari pola-pola perikelakuan sosial yang nyata dengan perikelakuan sebagaimana yang diharapkan oleh hukum. Dengan uraian tersebut, maka sedikit banyaknya akan terungkapkan beberapa dasar sosial daripada hukum.
Kiranya telah cukup jelas bahwa setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Yang dimaksudkan dengan mekanisme pengendalian sosial (mechanisme of social control) ialah segala sesuatu yang dilakukan un tuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Namun permasalahannya di sini adalah bagaimana untuk menentukan bahwa salah satu tipe pengendalian sosial tersebut dapat dinamakan hukum. Dengan perkataan lain, persoalannya kembali lagi pada masalah membedakan hukum dari kaidah-kaidah sosial lainnya persoalan mana telah lama membingungkan para antropolog dan para sosiolog. Walaupun kesulitan-kesulitan tetap ada, namun ada suatu konsensus bahwa semua masyarakat mempunyai suatu perangkat kaidah-kaidah yang dapat dinamakan hukum.
Seorang tokoh yang bernama Max Weber menekankan pada pelaksanaan hukum oleh suatu kekuasaan yang terpusat. Dikatakannya kemudian bahwa seorang sosiolog tugasnya bukan untuk menilai suatu sistem hukum, akan tetapi hanya memahaminya saja. Konsepsi Max Weber tentang hukum memungkinkan usaha-usaha untuk menemukan kelompok kecil sampai sampai dengan kelompok-kelompok besar seperti negara. Lagi pula Weber sebetulnya tidak menganggap hukum sebagai perintah (command), akan tetapi sebagai suatu ketertiban (order). Dengan demikian dia tidaklah memandang hukum semata-mata sebagai pelaksana suatu kekuasaan yang terpusat. Weber sebetulnya lebih mengutamakan pengertian wewenang (authority) sebagai intisari dari hukum.
Seorang tokoh lain, yaitu H.L.A.Hart berusaha untuk mengembangkan suatu konsep tentang hukum yang mengandung unnnsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan maupun kewajiban-kewajiban tertentu yang secara intrinsik terdapat di dalam gejala hukum. Menurut Hart, maka inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan aturan utama dari aturan-aturan sekunder (primary and secondary rules). Aturan-aturan utama merupakan ketentuan-ketentuan informal tentang kewajiban-kewajiban yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup. Adalah mungkin untuk hidup dengan aturan-aturan utama saja di dalam masyarakat yang sangat stabil di mana para warganya saling mengenal serta mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Tetapi semakin kompleks suatu masyarakat, semakin pudar kekuatan aturan-aturan utama tersebut. Oleh karena itu diperlukan aturan-aturan sekunder yang terdiri dari:
·         Rules Of Recognition, yaitu aturfan-aturan yang menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan aturan-aturan utama dan di mana perlu, menyusun aturan-aturan tadi secara hierarkhis menuruut urutan-urutan kepentingannya;
·         Rule Of Change, yaitu aturan yang mensahkan adanya aturan-aturan utama yang baru; dan
·         Rule Of Adjidication, yaitu aturan-aturan yang memberikan hak-hak kepada orang-perorangan untuk menentukan apakah pada peristiwa-peristiwa tertentu suatu aturan utama dilanggar.
Kaidah Sosial dan Kaidah Hukum sulit dibedakan :
-Karena keduannya teroperasi secara bersama dalam masyarakat.
-Keduanya mempunyai tujuan yang sama, sebagai alat kontrol sosial.
-Terjadi saling tarik diantara keduanya.
Kaidah dinamakan hukum jika memenuhi :
( atribut of authority)
-Kaidah itu dinamakan kaidah hukum jika dibuat oleh mereka yang punya kewenangan.
(atribut attention)
-Bahwa kaidah itu mempunyai tujuan dan berlaku secara unversal.
-Kaidah berlaku secara universal dan tidak untuk sementara waktu.
B.Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian maka lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
·         Memberikan pedoman kepada warga masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku dalam menghadapi masalah terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan pokok.
·         Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.
·         Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian sosial.
Masalah yang dapat timbul dari hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan hokum adalah pertama-tama dapatkah hukum dianggap sebagai suatu lembaga kemasyarakatan. Bahwa hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan, karena disamping sebagai gejala sosial (das sein), hukum juga mengandung unsur-unsur yang ideal (das sollen).
Dengan kata lain, lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat, mungkin merupakan lembaga kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap lembaga kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang primer (utama) di dalam suatu masyarakat apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
·         Sumber dari hukum tersebut mempunyai wewenang dan berwibawa.
·         Hukum itu jelas dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis.
·         Penegak hukum dapat dijadikan teladan bagi faktor kepatuhan terhadap hukum.
·         Diperhatikannya faktor pengendapan hukum di dalam jiwa pada warga masyarakat.
·         Para penegak dan pelaksana hukum merasa dirinya terkait pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di dalam perikelakuannya.
·         Sanksi-sanksi yang positif maupun negatif dapat dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan hukum.
·         Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan-aturan hukum.
C.Kelompok-Kelompok Sosial dan Hukum
Kelompok-kelompok sosial merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Dengan demikian , maka kelompok social mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Setiap warga kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
2.      Ada hubungan timbal balik antara warga yang satu dengan warga lainnya.
3.      Terhadap suatu faktor yang dimiliki bersama warga kelompok itu,sehingga hubungan antara mereka bertambah erat.
4.      Ada struktur.
5.      Ada perangkat-perangkat kaidah.
6.      Menghasilkan sistem tertentu.
Mempelajari kelompok sosial merupakan hal yang penting bagi hukum, oleh karena hukum merupakan abstraksi dari interaksi sosial dinamis di dalam kelompok-kelompok sosial tersebut interaksi sosial yang dinamis tersebut lama-kelamaan karena pengalaman, menjadi nilai-nilai sosial yaitu konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam alam pikiran bagian terbesar warga masyarakat tentang apa yang dianggap baik dan tidak baik dalam pergaulan hidup.
Betapa pentingnya kelompok sosial bagi usaha-usaha untuk mengenal sistem hukum juga dibuktikan oleh Daniel S.Lev di dalam uraiannya tentang proses perubahan hukum di Indonesia yang menyoroti pengaruh dari konflik antara para hakim, jaksa dan polisi terhadap perkembangan lembaga-lembaga hukum di Indonesia. Para hakim, jaksa, dan polisi secara sosiologis merupakan kategori sosial. Pertama yang ditelaahnya adalah pertentangan anatara para hakim dengan jaksa mengenai wibawa, yang mengakibatkan usaha-usaha untuk mengubah hukum acara pidana dan kekuasaan yudisial. Kemudian ditelaahnya pula konflik antara polisi dengan kejaksaan perihal pembagian kekuasaan yang juga menyangkut soal kedudukan dan wibawa.
D.Lapisan-Lapisan Sosial, Kekuasaan, dan Hukum
Pada umumnya manusia bercita-cita agar tak ada perbedaan kedudukan dan peranan di dalam masyarakat. Akan tetapi , cita-cita tersebut selalu akan tertumbuk pada kenyataan yang berlainan. Setiap masyarakat harus menempatkan warganya pada tempat-tempat tertentu di dalam struktur sosial . Dengan demikian, maka mau tidak mau harus ada sistem lapisan di dalam masyarakat, karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
kekuasaan mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat menentukan nasib manusia. Baik buruknya kekuasaan tadi senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan atau disadari oleh masyarakat terlebih dahulu. Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dengan yang dikuasai. Apabila kekuasaan itu dijelmakan pada diri seseorang, maka biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan mereka yang menerima pengaruhnya dinamakan pengikutnya. Bedanya antara kekuasaan dan wewenang adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.
Apabila kekuasaan dihubungkan dengan hukum maka paling sedikit dua hal yang menonjol, pertama para pembentuk, penegak maupun pelaksana hukum adalah para warga masyarakat yang mempunyai kedudukan yang mengandung unsur-unsur kekuasaan. Kedua ,sistem hukum antara lain menciptakan dan merumuskan hak dan kewajiban beserta pelaksanaannya.
Bagaimana hubungan antara kekuasaan, lapisan-lapisan sosial dan hukum dikatakan oleh Malcver bahwa melalui sistem hukum, hak dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyarakat yang menduduki posisi tertentu atau kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai hubungan timbal balik artinya hak seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada pihak lain dan sebaliknya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa hukum merupakan refleksi dari pembagian kekuasaan dan memberi pengaruh terhadap sistem lapisan sosial dalam masyarakat.



BAB VII
HUKUM DAN POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DAN MEWUJUDKAN KEADILAN

2 komentar:

  1. tulisan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa,akademisi,dan praktisi maupun masyarakat umum untuk dijadikan referensi.

    BalasHapus
  2. Kok bab VII ndak dilanjutin sih pak?

    BalasHapus